Ilham, I Summon You!

by - Januari 06, 2015

Kemarin, aku jalan-jalan cantik sama rekan gaulku, Zulaikha Amalia Siregar.

Aku nggak sungguh-sungguh merindukan anak itu sebetulnya. Hanya saja dia berjanji mau membawakan aku novel. Jadi, ya, mendadak aku kangen dia.

Haha, nggak sih! Kalau nggak kangen, ngapain juga aku bela-belain nunggu keretanya sampai stasiun.

Yup, aku jemput dia di Stasiun Tugu. Udah lama aku pengen ke sana. Soalnya terakhir kali aku ke sana itu, waktu kelas 4 SD. Waktu mau ke Jakarta. Waktu itu di kereta Senja Utama masih banyak Mbak/Mas pakai hotpants yang menyanyi lagu dangdut pakai efek 'ewer-ewer-ewer'. Saingan sama pedagang yang iklan kopi panas, pop mi, dan akua dengan suara nyaring.

**Sebetulnya pengen banget, kasih ilustrasi Mas/Mbak itu. Tapi, pen tablet aku lagi error :( Nggak mau detect tip pen-nya, if you know what I mean. Masalah laptopnya sih, kayaknya. Uhuhu sedih bets, tulisan aja jadi keriting begini. Mana sanggup buat gambar :(**




Iya, aku jarang keluar kota. Makanya cengo gitu begitu lihat stasiun. Ternyata Stasiun Tugu itu bagus banget! Ba-gus-ba-nget!

Nggak jelas juga apa yang bikin aku senang ada di stasiun. Mungkin atap di atas rel-relnya. Mungkin bau-bau kuenya. Mungkin suara keretanya. Mungkin juga jam di depan tulisan 'Jogjakarta' di peron yang besar-besar itu.Yang jelas, palang parkirnya yang bisa ngomong sendiri itu keren banget.

Ah, ya, ternyata Stasiun Tugu sekarang tertata banget. Mana wangi. Suka deh!

Mungkin suatu hari nanti kalau ada biodata yang harus diisi, aku bisa menulis hal baru di kolom hobi: nongkrong di stasiun.


Ngapain, Mbak, nongkrong di stasiun?
Nggak apa-apa, Mas. Bagus aja palangnya. Wangi pula.
?????

Udah, ah. Cukup sekian bicara soal stasiun. Yang paling penting, ketika ketemu sama Siregar kemarin itu, kami saling berbagi info soal novel yang lagi kami garap.

Siregar ini partner menulisku. Sebetulnya, waktu SMA jauh lebih banyak. Sayang mereka berguguran seiring bertambahnya SKS. Menyisakan Siregar ini. Itu saja, dia sudah nggak punya niat lagi. Stuck di bagian dua, katanya.

Surprisingly, proyek kami mirip. Maksudnya sama-sama mengangkat tema kekeluargaan, gitu. Sama-sama menceritakan seorang anak perempuan yang ingin kembali dekat dengan anggota keluarganya.

Tsaaah, dahsyat.

Ya, tali silaturahmi kami sebegitu kuatnya.

Lalu kami saling berbagi ide dan pendapat. Kalau bagiku sih, obrolanku dengan Sire ini sangat membantu. Beberapa hal menemui titik terang, beberapa hal lagi masih tak terjawab.

Seharian ini aku gelundang-gelundung di rumah, berpikir, merenung, supaya pertanyaanku terjawab. Tapi aku masih nggak berhasil. Sigh. Sepertinya aku butuh kawan diskusi lagi. Sigh.

Semoga Sire menemukan mood menulisnya lagi, ya. Salam kepenulisan (?).

You May Also Like

0 komentar