My Spotify Wrapped

by - Desember 08, 2018

Siapa sih yang nggak kenal Spotify?

Aplikasi akses musik ini booming luar biasa di kalangan anak muda seperti diri saya, yang usianya sekitar 18 di tahun ini. 

(Di sini ceritanya pembaca sudah mulai menahan hujatan.)

Oke, saya akui. Saya bohong. Percayalah, saya bohong meski wajah serta keimutan saya mengatakan hal sebaliknya. Saya berusia 23 tahun, bukan 18.

Nah, pekerjaan sebagai seorang copywriter andal yang berkomitmen selalu berdedikasi tinggi, saya perlu memupuk konsentrasi. Karena saya anaknya tidak suka diganggu--termasuk diganggu ingatan akan masa lalu yang suka tiba-tiba hadir--saya gemar menyumpal kuping saya dengan earphone.

Saya suka mendengarkan lagu ketika bekerja. Selain untuk berkonsentrasi, sekaligus menghindari bisikan syaiton dari rekan-rekan sejawat saya. Sungguh, mereka ini manusia yang minta dilemparkan ke dalam api neraka.

Nah, untuk musik, saya salah satunya juga menggunakan Spotify. Sejujurnya, saya baru-baru saja kerap menggunakan Spotify. Biasanya saya menggunakan saingannya, si JOOX. Sebab JOOX ini punya fitur memilih lagu tanpa harus beli member VIP, ada free VIP selama 12 jam jikalau dirimu berbagi lagu favorit di media sosialmu, serta kamu mendapatkan fitur unduh lagu ketika di free VIP. Oh iya, somehow kualitas lagu di JOOX lebih bagus dari Spotify.

Lantas mengapa saya beralih ke Spotify? Karena saya suka mencoba hal baru. Termasuk pacar baru. Hehehehehehehehehe.

Nggak, deng. Sekarang saya nggak punya pacar :(

Tapi harus saya akui, bahwa Spotify lebih user-friendly dibanding JOOX. Serta lagunya lebih lengkap. Indah sekali. Keindahan yang paripurna seperti wajah saya.

Menjelang akhir tahun begini, tampaknya agenda Spotify adalah membuat web untuk merangkum apa yang sudah didengarkan penggunanya selama setahun belakangan.

Saya juga penasaran, dong. Saya kan anaknya kepo tingkat DPRD. Keingintahuan saya tinggi. Jadi saya juga mencoba masuk ke web https://spotifywrapped.com/id/ 



Saya langsung disambut copy seperti ini. Hm. Menarik. Tapi kenapa terlihat sekali diterjemahkan oleh Google Translate? :(

Oke, mari kita nikmati saja dan tidak menilai copy-nya.




Closer-nya Lemaitre memang asyik sih. Saya tidak pernah bosan. Iya, saya anak EDM.





Sudah tahu kan, cinta saya tidak pernah berubah dari dulu hingga sekarang. Maroon 5 selalu ada di sanubari.

Karena saya dipaksa bilang terima kasih kepada Maroon 5, baiklah. Terima kasih Maroon 5.



Saya suka mendengarkan lagu yang upbeat ketika sedang bekerja. Supaya saya tidak mengantuk, sebab saya selalu mengantuk every single time.



Saya tidak bisa berkomentar apa-apa. Memang ada satu playlist saya yang benar-benar tua. Kadang-kadang, lagu lama itu sungguh enak didengarkan. Yang tua dan matang memang menggoda.

Apa ini maksudnya, Anggita?


Hm, apakah sebenarnya saya harus mencari jodoh di deretan orang yang berzodiak Virgo? Atau sebetulnya jodoh saya itu Zedd? Atau Alan Walker?

Cuma Allah yang tahu.


Jadi demikianlah kira-kira rangkuman dari perjalanan saya di Spotify tahun 2018 ini. Semoga bermanfaat. Tapi saya tidak yakin sih akan bermanfaat, karena saya sebetulnya juga bingung mau mengisi blog ini dengan apa. Tapi saya harus terus menulis agar tetap keren seperti sedia kala.

Kapan-kapan saya akan berbagi playlist favorit saya di Spotify, jadi tetaplah setia membaca blog ini.

Kalau tidak? Hohoho, kau akan terima sendiri akibatnya, Del Monte!

You May Also Like

0 komentar